Gerakan kampanye sadar lingkungan dan peningkatan kesadaran atas pengelolaan sampah melalui instrumen bank sampah.
Daftar Bank Sampah BinaanKami dengan bangga mengumumkan kegiatan terbaru dari program "MengEMASkan Sampah Untuk Indonesia"!
Ngobrol Pintar Soal Sampah Bareng FORSEPSI Edisi #3 (10 Oktober 2025) kembali menghadirkan ruang belajar kolektif bagi para pegiat Bank Sampah binaan Pegadaian di seluruh Indonesia. Topik kali ini terasa begitu penting dan realistis: “Membangun Keberlanjutan Bank Sampah Melalui Pendekatan Bisnis Sosial.” Dari Sosial, Menuju Sosial yang Lebih Kuat Forum dibuka dengan pengantar dari moderator yang menegaskan realitas: banyak Bank Sampah berdiri dengan semangat sosial, namun tidak sedikit yang kesulitan bertahan karena lemahnya aspek finansial dan keberlanjutan manajemen. Fikri Aswan, Founder Wastepreneur.id, yang menjadi narasumber utama, mengajak seluruh peserta untuk memahami bahwa keberlanjutan Bank Sampah tidak cukup hanya dengan niat baik. “Kita harus menyeimbangkan hati dan hitung-hitungan,” ujarnya santai namun tegas. Menurutnya, Bank Sampah yang sehat harus berani mengadopsi pola pikir bisnis sosial: tetap berpihak pada masyarakat dan lingkungan, namun juga memiliki kemampuan finansial agar bisa bertahan dan berkembang. Tanya Jawab: Realitas di Lapangan Sesi tanya jawab menjadi momen paling hidup dalam diskusi kali ini. Beberapa pengurus Bank Sampah berbagi pengalaman nyata mereka. Islamiyah dari BS Srikandi mengeluhkan betapa sulitnya menjual hasil olahan karena volume kecil. “Pabrik maunya ton-tonan,” ujarnya. Fikri menanggapi, “Tidak ada batasan Bank Sampah harus RW. Perluas saja jangkauannya. Kalau pemulung bisa kerja tiap hari, mengapa Bank Sampah tidak bisa lebih aktif?” Pak Musrofin dari BS Ngalam Waste menyampaikan harapan agar harga bisa lebih stabil. Fikri menekankan pentingnya gudang dan manajemen sehat. Gudang menjadi kunci agar Bank Sampah bisa menyimpan material dan menjual saat harga naik. “Pendekatan bisnis bukan berarti meninggalkan sosial, tapi agar edukasi dan sosialnya punya ‘bensin’ untuk jalan terus,” katanya. Rey Tumilaar dari BSI Kuntung Manado menyoroti pentingnya armada dan penjemputan, sebab inilah yang memotivasi warga untuk memilah sampah. Namun di sisi lain, pemerintah seakan belum hadir secara penuh. Diana dari BS Muria Kudus bercerita tentang tantangan perempuan pengurus yang harus berjuang di tengah keterbatasan armada. “Kami lintas kecamatan, tapi masih susah untuk menembus pabrik daur ulang,” ungkapnya. Sedangkan Cak Mad dari BSI Jember menegaskan prinsipnya: “Manajemen harus sehat — nasabah, Bank Sampah, dan mitra harus saling untung.” Dari Lombok Timur, Lalu Supratman dari BS Syuhada memberi contoh inspiratif. 90% hasil usaha mereka digunakan untuk membantu anak yatim dan jompo. “Kami memang sosial, tapi inilah bentuk keberkahan yang ingin kami rawat,” katanya haru. Sementara Ibu Indayati dari BS Merauke menyampaikan realitas yang getir namun jujur: “Berbahagialah yang tinggal di Jawa. Kami di timur susah mencari orang yang mau kerja sosial. Tapi kami tetap semangat, karena pekerjaan ini adalah panggilan hati.” Refleksi: Bank Sampah, Tentang Orang, Kebersamaan, dan Harapan Diskusi ini menegaskan bahwa Bank Sampah bukan hanya tentang botol dan kardus, melainkan tentang manusia: tentang bagaimana sekelompok orang rela menyisihkan waktu, tenaga, dan emosi untuk menjaga bumi. Namun sebagaimana pepatah lama mengatakan: “Cinta saja tidak cukup.” Agar cinta pada bumi terus menyala, Bank Sampah perlu punya sumber daya yang stabil. Maka, pendekatan bisnis sosial menjadi jembatan: antara idealisme dan realitas, antara niat dan keberlanjutan. Fikri menutup sesi dengan kalimat yang menggugah, “Jiwa sosial itu langka, tapi kalau mau terus hidup, kita harus belajar fokus ke bisnis. Bisnis ini tidak untuk memperkaya diri, tapi bagaimana Bank Sampah menjadi lebih berkembang.” Catatan Akhir: FORSEPSI melalui seri “Ngobrol Pintar” ini sekali lagi menunjukkan perannya sebagai wadah pembelajar yang hangat dan membumi. Tidak ada paksaan bagi Bank Sampah untuk berubah arah, tapi bagi mereka yang ingin bertumbuh, jalur bisnis sosial bisa menjadi pijakan baru untuk menyeimbangkan keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi. Karena pada akhirnya, Bank Sampah bukan hanya tentang sampah. Ini tentang manusia yang belajar memelihara bumi: dengan cinta, dengan akal, dan dengan cara yang berkelanjutan.
Edukasi pengelolaan sampah masih dipahami sebatas sosialisasi singkat, penyuluhan sesaat, atau kegiatan seremonial. Padahal, mengubah kebiasaan masyarakat membutuhkan pendekatan yang jauh lebih strategis. Hal inilah yang diangkat dalam Pelatihan FORSEPSI Seri #2 pada Minggu, 28 September 2025, yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom. Lebih dari 100 peserta dari berbagai Kanwil Pegadaian hadir, melanjutkan semangat diskusi dari seri pertama. Jika seri awal menyoroti SOP dan laporan keuangan, maka sesi kedua ini bergerak ke jantung gerakan bank sampah: edukasi sebagai penggerak perubahan perilaku. Edukasi: Proses, Bukan Sekadar Penyuluhan Dalam penyampaian materi utama, edukasi dijelaskan bukan sebagai kegiatan berbagi informasi semata, melainkan proses pembelajaran yang membangun pemahaman, potensi, dan perubahan sikap. Banyak bank sampah telah berdiri, tetapi masih menghadapi tantangan partisipasi warga. Tanpa edukasi yang efektif, gerakan mudah jalan di tempat. Edukasi dipandang sebagai cara memperkuat dukungan masyarakat, memperkenalkan manfaat tabungan emas, dan mempercepat perubahan perilaku. Peran edukator pun tidak sebatas penyampai materi: mereka menjadi fasilitator, perancang program, dan teladan dalam aksi. Edukasi: Proses, Bukan Sekadar Penyuluhan Dalam penyampaian materi utama, edukasi dijelaskan bukan sebagai kegiatan berbagi informasi semata, melainkan proses pembelajaran yang membangun pemahaman, potensi, dan perubahan sikap. Banyak bank sampah telah berdiri, tetapi masih menghadapi tantangan partisipasi warga. Tanpa edukasi yang efektif, gerakan mudah jalan di tempat. Edukasi dipandang sebagai cara memperkuat dukungan masyarakat, memperkenalkan manfaat tabungan emas, dan mempercepat perubahan perilaku. Peran edukator pun tidak sebatas penyampai materi: mereka menjadi fasilitator, perancang program, dan teladan dalam aksi. Strategi yang Realistis dan Bisa Diterapkan Materi pelatihan mengupas bagaimana edukasi bisa dirancang sesuai kondisi lapangan. Dimulai dari penentuan tujuan, pemetaan penerima manfaat, penyusunan materi yang relevan, hingga target perubahan yang diharapkan. Pendekatan untuk anak-anak tentu berbeda dengan komunitas umum atau instansi, dan tingkat kesiapan audiens juga menentukan teknik penyampaiannya. Metode edukasi yang disarankan tidak kaku: bisa melalui testimoni, simulasi, permainan, cerita konkret, diskusi terbuka, atau keterlibatan tokoh publik. Prinsip pentingnya adalah komunikasi dua arah, tidak menggurui, serta peka terhadap kebutuhan audiens. Beberapa praktik baik yang dibagikan mencakup kolaborasi dengan pemerintah melalui MoU, kampanye kreatif di ruang publik, dan penguatan komitmen kolektif di tingkat dusun atau sekolah. Komitmen Penguatan Gerakan Dalam sesi arahan, FORSEPSI menyampaikan target besar yaitu mengembangkan jumlah bank. Namun perluasan ini tidak hanya soal angka, tetapi juga bagaimana memastikan kualitas tata kelola, pelaporan, dan keberlanjutan kegiatan. Kolaborasi dengan BUMN, akademisi, masyarakat, dan pemerintah menjadi fokus penguatan. Peluang kemitraan dengan TPA, isu karbon offset, dan literasi sirkular ekonomi mulai dibahas sebagai ruang baru yang perlu dijelajahi. Dukungan PT Pegadaian pun ditegaskan, termasuk adanya target KPI khusus pada 2026 mengenai tata kelola dan pendampingan bank sampah. Kemitraan antara Pegadaian dan FORSEPSI ditegaskan sebagai hubungan saling menguatkan, bukan sekadar program CSR.
Isu pengelolaan sampah di Indonesia seringkali hanya dibicarakan dari sisi teknis: bagaimana memilah, mengangkut, atau mengolah. Namun, satu hal yang sering luput adalah tata kelola kelembagaan. Bank Sampah sebagai ujung tombak gerakan lingkungan berbasis masyarakat justru sangat membutuhkan sistem administrasi yang kuat agar bisa tumbuh berkelanjutan. Hal inilah yang diangkat dalam Pelatihan FORSEPSI Seri #1 pada Senin, 18 Agustus 2025. Kegiatan yang digelar secara daring melalui Zoom ini menghadirkan lebih dari 170 Bank Sampah binaan Pegadaian dari berbagai daerah di Indonesia, dari Kanwil I Medan, Kanwil VI Makassar hingga Kanwil XII Surabaya. Pentingnya SOP bagi Bank Sampah Dalam sesi pertama, peserta diajak memahami urgensi SOP (Standard Operating Procedure).SOP menjadi semacam “mesin penggerak” yang memastikan sistem tetap berjalan meski ketua atau pengurus inti berhalangan hadir. Dengan SOP, pelayanan kepada anggota menjadi konsisten, dan alur kerja dapat dipelajari dengan mudah oleh pengurus baru maupun tamu. Beberapa SOP penting yang disarankan antara lain: SOP penerimaan dan penimbangan sampah, SOP pencatatan dan penyimpanan, SOP penjualan, hingga SOP untuk situasi khusus seperti kunjungan narasumber. SOP tidak perlu rumit, cukup sederhana dan sesuai kebutuhan. Bahkan, flowchart dengan panah-panah bisa dipajang di sekretariat Bank Sampah agar SOP ini semakini mudah dipahami semua pihak. Laporan Keuangan: Transparansi untuk Kepercayaan Topik kedua yang dibahas adalah laporan keuangan. Transparansi di bidang ini adalah kunci kepercayaan dari anggota maupun mitra seperti CSR perusahaan.Laporan keuangan yang rapi tidak hanya menunjukkan posisi kas dan saldo tabungan anggota, tetapi juga menjadi bukti pertanggungjawaban yang sah kepada mitra pembina. Format laporan sebenarnya tidak harus rumit. Bisa dimulai dari pencatatan sederhana: pemasukan, pengeluaran, dan saldo. Bahkan, sebuah buku tulis atau Excel sederhana sudah cukup asalkan konsisten. Contoh praktik baik datang dari beberapa Bank Sampah yang rutin menempelkan laporan bulanan di papan informasi, sehingga bisa diakses semua anggota. Menuju Bank Sampah yang Berdaya Pelatihan ini menegaskan satu hal penting: Bank Sampah yang tertib administrasi adalah sebuah kebutuhan, bagi internal pengurus maupun pihak eksternal masyarakat. Bank Sampah akan menjadi lebih dipercaya, lebih mudah mendapat dukungan, dan lebih mampu bertahan jangka panjang. Dengan sistem yang kuat, Bank Sampah tidak akan bergantung pada satu atau dua orang saja, melainkan berjalan sebagai lembaga yang mandiri. Ketua Umum FORSEPSI dalam penutupannya menekankan bahwa SOP dan laporan keuangan adalah pondasi pertumbuhan Bank Sampah. Sebagai tindak lanjut, FORSEPSI akan menyediakan format/template laporan keuangan bagi anggotanya agar latihan ini bisa langsung dipraktikkan. Pegadaian: Lingkungan dan Literasi Keuangan Yang menarik, kegiatan ini tidak hanya memperkuat kelembagaan Bank Sampah, tetapi juga menjadi bagian dari kampanye literasi keuangan Pegadaian. Dengan konsep tabungan emas yang diperkenalkan, masyarakat diajak untuk memahami bahwa hasil pengelolaan sampah bisa ditransformasikan menjadi tabungan yang bermanfaat bagi masa depan. Kombinasi antara ekonomi sirkular dan literasi keuangan inilah yang membuat program ini berbeda. Sampah bukan lagi sekadar masalah, melainkan pintu masuk menuju masyarakat yang lebih mandiri, transparan, dan berdaya (KP).
Upaya mewujudkan Makassar sebagai kota yang bersih dan berkelanjutan terus digalakkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar. Salah satu strategi yang ditempuh adalah memperkuat kolaborasi dengan PT Pegadaian melalui konsolidasi bank sampah dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Kegiatan konsolidasi ini berlangsung di Kantor Pegadaian Wilayah IV Makassar, Jalan Pelita, pada Minggu (13/7/2025). Forum tersebut menghadirkan perwakilan bank sampah dari sejumlah daerah, mulai dari Makassar, Gowa, Pinrang, hingga Bulukumba, dengan tujuan menyatukan langkah dan strategi pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar, Helmy Budiman, menekankan bahwa kerja sama dengan Pegadaian bukan sekadar soal teknis pengelolaan sampah, tetapi juga tentang membangun kesadaran masyarakat mengenai nilai ekonomi yang terkandung di baliknya. Ia optimistis, melalui sinergi semacam ini, target Zero Waste 2029 dapat dicapai secara bertahap dan terukur. “Berbagai inovasi sudah mulai kita jalankan. Contohnya penggunaan enzim pengurai di Hotel Merkur, maupun program penukaran sampah menjadi tabungan emas yang diinisiasi Pegadaian. Inilah bukti bahwa sampah dapat diberi nilai baru sekaligus membuka peluang ekonomi,” ujar Helmy. Menurutnya, langkah-langkah inovatif tersebut diharapkan dapat menginspirasi masyarakat untuk lebih disiplin memilah sampah sejak dari rumah. Pemkot Makassar pun berkomitmen untuk memperluas edukasi serta memperkuat kerja sama lintas pihak agar pengelolaan sampah menjadi budaya bersama, bukan sekadar program sesaat. Konsolidasi kali ini juga membahas pelatihan, penguatan kelembagaan bank sampah, hingga pemberian insentif yang dapat mempercepat terwujudnya lingkungan kota yang bersih dan berkelanjutan. Deputy Operasional Kanwil IV Pegadaian Makassar, Jainuddin, menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari evaluasi atas program pembinaan bank sampah yang sudah berjalan sejak 2018. Menurutnya, forum konsolidasi sangat penting sebagai ruang untuk mengevaluasi tantangan, berbagi pengalaman, dan menyusun strategi baru. “Sejak 2018, Pegadaian telah aktif membina bank-bank sampah di berbagai wilayah. Kami tidak hanya memberikan edukasi, tetapi juga mendukung operasional dengan sarana dan prasarana. Salah satu program unggulan yang terus kami dorong adalah penukaran sampah menjadi tabungan emas,” jelasnya. Jainuddin menyebutkan, saat ini sudah ada 30 bank sampah binaan Pegadaian di Kota Makassar. Keberadaan program tabungan emas dari sampah tersebut terbukti memberi motivasi baru bagi masyarakat untuk lebih serius mengelola sampah rumah tangga. “Dengan sinergi ini, target kita jelas: mengolah sampah, menabung emas, sekaligus mendorong terwujudnya Zero Waste di Makassar,” tutup Jainuddin.
PT Pegadaian Kantor Wilayah (Kanwil) II Pekanbaru kembali menunjukkan komitmennya terhadap kelestarian lingkungan dengan menggelar Konsolidasi Nasional Bank Sampah Binaan. Acara ini melibatkan para penggerak bank sampah dari tiga provinsi, yakni Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau, serta dilaksanakan di Hotel Aston In Gideon, Batam, pada Senin (4/8/2025). Kegiatan ini menjadi langkah penting untuk memperkuat tata kelola sampah berbasis masyarakat, sekaligus mendorong terwujudnya ekonomi sirkular. Melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), konsolidasi ini dirancang tidak hanya sebagai forum pertemuan, tetapi juga sebagai ruang berbagi pengalaman, menyatukan visi, dan merumuskan strategi kolaboratif dalam menghadapi tantangan pengelolaan sampah lintas daerah. Pemimpin Wilayah Pegadaian Kanwil II Pekanbaru, Eko Supriyanto, menjelaskan bahwa hingga saat ini Pegadaian telah membina 425 bank sampah yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Melalui program unggulan #SampahJadiEmas, masyarakat didorong untuk menukarkan sampah yang sudah dipilah menjadi tabungan emas. Dari gerakan ini, tercatat sebanyak 9 kilogram emas telah berhasil terkumpul. “Ini adalah bukti nyata bahwa kepedulian terhadap lingkungan dapat berjalan beriringan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sampah yang tadinya dianggap tidak bernilai, ternyata bisa diubah menjadi tabungan investasi yang bermanfaat,” ujar Eko. Kegiatan konsolidasi turut dihadiri Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, Drs. Taufik, AP, yang menyampaikan apresiasi atas kontribusi Pegadaian. Menurutnya, Pegadaian telah berperan besar bukan hanya dalam mengedukasi masyarakat, tetapi juga memberi dorongan nyata berupa pemberdayaan dan insentif yang mendorong partisipasi aktif warga. Ketua Umum Forum Sahabat Emas Peduli Sampah Indonesia (Forsepsi), Mina Dewi Sukmawati, juga menegaskan bahwa peran komunitas menjadi kunci keberhasilan gerakan ini. Ia menilai dukungan Pegadaian tidak sebatas pada pembinaan finansial, melainkan juga pada penguatan ekosistem, termasuk memperkokoh posisi Forsepsi sebagai wadah bagi pegiat bank sampah di seluruh Indonesia. “Pegadaian bukan hanya memberikan sarana, tetapi juga ruang agar suara komunitas bank sampah lebih terdengar dan berdaya. Inilah yang membuat gerakan lingkungan ini semakin inklusif dan berkelanjutan,” jelas Mina. Rangkaian konsolidasi mencakup diskusi tematik, pemetaan tantangan antarwilayah, pemaparan kisah sukses bank sampah binaan, hingga penyusunan langkah aksi kolektif untuk memperkuat jejaring pengelolaan sampah. Melalui inisiatif ini, Pegadaian menegaskan perannya sebagai agen perubahan sosial dan lingkungan. Program konsolidasi diharapkan mampu memberikan dampak yang lebih luas, menciptakan ekosistem pengelolaan sampah yang kokoh, serta mewujudkan masa depan masyarakat yang lebih bersih, hijau, dan sejahtera.
Sebagai wujud nyata program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), Pegadaian Kantor Wilayah (Kanwil) V Manado menjalin kerja sama strategis dengan Forum Sahabat Emas Peduli Sampah Indonesia (Forsepsi). Kolaborasi ini ditujukan untuk memperkuat peran bank sampah, tidak hanya dalam pengelolaan sampah, tetapi juga sebagai sarana edukasi bagi masyarakat. Pemimpin Kanwil V Manado, Pratikno, menegaskan bahwa sinergi dengan Forsepsi akan memperkuat kontribusi Pegadaian dalam menjalankan program TJSL. “Bank sampah bisa menjadi instrumen yang efektif, baik untuk meningkatkan kesadaran menjaga lingkungan maupun memperluas literasi keuangan,” ujarnya kepada wartawan di Manado, Jumat (4/7/2025). Saat ini Pegadaian Kanwil V Manado telah membina 11 bank sampah, meski baru empat di antaranya yang berjalan sesuai harapan. Melalui kolaborasi ini, Pratikno berharap semakin banyak bank sampah aktif terbentuk sehingga program “Sampah Jadi Emas” dapat menjangkau masyarakat lebih luas. Ia menjelaskan, konsep “Sampah Jadi Emas” memberi nilai tambah nyata, karena setiap sampah yang ditabung di bank sampah dapat dikonversi menjadi saldo Tabungan Emas Pegadaian. “Selain manfaat ekonomi, masyarakat juga didorong untuk memahami emas sebagai investasi jangka panjang yang tahan inflasi,” tambahnya. Sementara itu, Ketua Umum Forsepsi, Mina Dewi Sukmawati, menyambut baik kolaborasi ini. Menurutnya, kerja sama dengan Pegadaian memberi manfaat besar bagi jaringan bank sampah, baik berupa peningkatan sarana-prasarana maupun akses pada solusi pembiayaan. Hingga kini, Forsepsi menaungi lebih dari 425 bank sampah di berbagai daerah. “Mengelola sampah harus dimulai dari rumah, dari sumbernya. Dengan begitu, dampak negatif bisa diminimalkan dan masyarakat memperoleh nilai tambah ekonomi,” jelas Dewi. Kolaborasi ini diharapkan semakin memperkuat peran Pegadaian dalam mewujudkan misi TJSL, yaitu menciptakan lingkungan yang lebih bersih sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
PT Pegadaian bersama Forum Sahabat Emas Peduli Sampah Indonesia (Forsepsi) mengadakan kegiatan konsolidasi Bank Sampah Kanwil VIII dan IX DKI Jakarta yang dirangkaikan dengan pengukuhan pengurus bank sampah se-DKI Jakarta. Acara yang berlangsung di sebuah hotel di Jalan Kramat Raya, Kamis (7/8), menjadi momentum penting dalam memperkuat ekosistem pengelolaan sampah berbasis komunitas. Deputy Operasional PT Pegadaian Kanwil IX Jakarta II, Indra Firmansyah, menegaskan bahwa program Sampah Menjadi Emas merupakan inovasi yang tidak hanya berkontribusi pada kelestarian lingkungan, tetapi juga menghadirkan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat. “Pada dasarnya tidak ada yang tidak bermanfaat, hanya saja kita sering malas memilah. Semoga konsolidasi dan pengukuhan ini menjadi awal kedisiplinan warga Jakarta untuk tidak lagi membuang sampah sembarangan,” ujarnya. Pengukuhan pengurus Forsepsi yang baru diharapkan mampu memperkuat peran bank sampah di seluruh wilayah DKI Jakarta. Forum ini juga menjadi wadah kolaborasi bagi para pegiat lingkungan untuk berbagi pengalaman dan menghadirkan solusi inovatif dalam pengelolaan sampah. Wali Kota Administrasi Jakarta Pusat, Arifin, yang turut hadir, menyampaikan apresiasi kepada Pegadaian atas komitmennya membina bank sampah. Ia menambahkan, hingga kini sudah terbentuk 387 RW bank sampah di Jakarta Pusat, dan pembentukan terus digalakkan hingga sekolah dan perkantoran. Melalui konsolidasi dan pengukuhan ini, Pegadaian bersama Forsepsi, pemerintah daerah, dan masyarakat semakin memperkuat sinergi dalam gerakan pemilahan sampah sejak dari rumah tangga. Langkah ini diharapkan mampu mendorong Jakarta menuju kota yang lebih bersih, sehat, dan berdaya.
PT Pegadaian Kantor Wilayah (Kanwil) VII Bali Nusra kembali menunjukkan komitmennya terhadap kelestarian lingkungan dengan menyelenggarakan Konsolidasi Bank Sampah Tahun 2025. Kegiatan ini berlangsung pada 16–17 Juli 2025 di Hotel Santika Mataram, Nusa Tenggara Barat, dan menjadi momentum penting untuk memperkuat peran bank sampah binaan dalam membangun ekosistem pengelolaan sampah berkelanjutan. Acara secara resmi dibuka oleh Muhammad Efendi, selaku perwakilan Kanwil VII Bali Nusra. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa pengelolaan sampah tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan membutuhkan sinergi dari berbagai pihak. “Bank sampah bukan sekadar solusi lingkungan, tapi juga instrumen pemberdayaan masyarakat. Kami ingin memastikan seluruh bank sampah binaan Pegadaian bergerak selaras, terstruktur, dan berdampak luas,” ungkapnya di hadapan peserta. Lebih dari 60 peserta hadir dalam kegiatan ini, yang terdiri dari perwakilan bank sampah binaan Pegadaian dari wilayah Bali dan Nusa Tenggara, Tim ESG dan TJSL Pegadaian, pimpinan cabang Pegadaian Bali Nusra, hingga Tim PPLH Bali Nusra. Kehadiran mereka menunjukkan komitmen bersama untuk menjadikan pengelolaan sampah sebagai gerakan kolektif, bukan hanya tanggung jawab satu pihak. Dengan mengusung tema “Bersatu Kelola Sampah, Wujudkan Indonesia Bersih dan Berdaya”, konsolidasi ini menghadirkan rangkaian kegiatan yang variatif, mulai dari pengenalan program ESG, pembahasan isu-isu aktual dalam pengelolaan bank sampah, forum diskusi, hingga sesi berbagi pengalaman antarbank sampah binaan Pegadaian. Melalui forum ini, peserta tidak hanya memperluas wawasan, tetapi juga memperkaya strategi pengelolaan yang bisa diterapkan sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Program ini sekaligus menjadi bagian dari kontribusi nyata Pegadaian terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama pada sektor pengelolaan lingkungan, penguatan ekonomi sirkular, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan sistem yang lebih terintegrasi, bank sampah diharapkan mampu menjadi pusat edukasi, inovasi, sekaligus pemberdayaan masyarakat di tingkat lokal. Sebagai perusahaan yang mengusung prinsip “The Gade Clean and Green”, Pegadaian menegaskan bahwa kepedulian terhadap lingkungan bukanlah sekadar agenda seremonial atau program tahunan. Lebih dari itu, kepedulian ini sudah menjadi bagian dari budaya perusahaan yang perlu dijaga, dikembangkan, dan diwariskan ke generasi berikutnya. Konsolidasi Bank Sampah 2025 di Bali Nusra ini diharapkan tidak hanya memperkuat jejaring antarbank sampah, tetapi juga menjadi ruang kolaborasi untuk melahirkan inovasi-inovasi baru. Dengan begitu, pengelolaan sampah bisa membawa manfaat nyata, bukan hanya bagi kelestarian lingkungan, tetapi juga bagi kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan
PT Pegadaian Kantor Wilayah (Kanwil) XI Semarang menunjukkan komitmennya terhadap pelestarian lingkungan melalui program MengEmaskan Sampah Indonesia. Wujudnya, Pegadaian menggelar Konsolidasi Bank Sampah Binaan secara luring di Aula Kanwil XI Semarang pada 23–24 Juli 2025. Kegiatan ini diikuti oleh bank sampah binaan dari enam area, yaitu Semarang, Pati, Surakarta, Yogyakarta, Tegal, dan Purwokerto. Salah satu agenda penting dalam konsolidasi adalah pembentukan perwakilan Forum Sahabat Emas Peduli Sampah Indonesia (Forsepsi) tingkat kabupaten/kota. Forum ini diharapkan menjadi wadah strategis dalam memperkuat ekosistem pengelolaan sampah yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pimpinan Pegadaian Kanwil XI Semarang, Edy Purwanto, menekankan bahwa pengelolaan sampah harus dimulai dari lingkup terkecil. “Permasalahan sampah itu banyak sekali, maka Pegadaian mengemasnya menjadi gerakan Memilah Sampah Menabung Emas (MSME). Sekarang, membuang sampah sama saja dengan membuang emas,” ujarnya. Edy menjelaskan, Forsepsi menjadi wadah bagi penggiat lingkungan dan bank sampah binaan Pegadaian untuk melakukan konsolidasi, diskusi, hingga merumuskan solusi konkret. Melalui forum ini, masyarakat diajak untuk mengolah sampah sejak dari rumah tangga hingga tingkat kelurahan. Menurutnya, ada banyak peluang inovasi yang bisa lahir, seperti mengolah sampah menjadi energi listrik, plastik menjadi bahan bakar, budidaya maggot, hingga produk kerajinan. “Kalau sampah dipilah dan dikelola dengan baik, hasilnya bisa memberi nilai ekonomi. Sampah dijual, uangnya bisa ditabung menjadi emas,” jelasnya. Mekanisme program MengEmaskan Sampah di bank sampah binaan Pegadaian pun sederhana. Masyarakat cukup memilah sampah bernilai ekonomis, menyerahkannya ke bank sampah, lalu ditimbang dan diganti dengan uang. Selanjutnya, uang tersebut dapat langsung dikonversi menjadi Tabungan Emas Pegadaian. “Kalau menabung uang, lama-lama habis. Tapi emas bisa jadi tabungan jangka panjang,” imbuh Edy. Dukungan juga datang dari pemerintah daerah. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, Arwita Mawardi, mengapresiasi peran Pegadaian yang turut membangun Forsepsi dan membina bank sampah. Menurutnya, pengelolaan sampah tidak bisa berjalan parsial, melainkan harus melibatkan banyak pihak, termasuk swasta. “PT Pegadaian mewakili swasta dalam pengelolaan sampah di tingkat hulu. Hal ini sangat membantu pemerintah, apalagi timbulan sampah di Semarang mencapai 1.200 ton per hari,” kata Arwita. Ia menambahkan, tanpa kolaborasi, sulit mencapai target zero waste di Ibu Kota Jawa Tengah. Apalagi kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sudah hampir penuh. “Jika tidak ada upaya pengolahan, TPA bisa overload dalam waktu kurang dari lima tahun. Karena itu, proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) terus dikejar, dan ditargetkan dapat beroperasi pada 2028,” pungkasnya.